KUNINGAN (MASS)- Selama tiga hari (13-15/2/2018) para Bendahara Desa dan Kasi Pemerintahan Kecamatan se-Kabupaten Kuningan mengikuti kegiatan penyuuhan perpajakan. Acara ini dihelat di Rumah Makan J&J Cilimus.
Acara yang dihelat oleh KPP Praama Kuningan merupakan acara rutin yang digelar setiap tahun. Pada tahun ini acara hasil kerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kuningan itu dibagi tiga hari agar peserta lebih paham menyimak materi.
Dalam penyuluhan itu banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh peserta. Salah satunya adalah mengenai: apakah atas belanja pasir tidak kena pajak?
Mendapatkan pertanyaan seperti itu Kasi Ekstensifikasi dan Penyuluhan KPP Pratama Kuningan H. Amirul Mukminin sigap menjawab. Menurutnya, belanja pasir tidak kena PPN. Tetapi tetap dimungkinkan kena PPh Pasal 22 dengan tarif 1,5% apabila penjual ber-NPWP, atau 3% apabila penjual tidak ber-NPWP.
Lebih rinci diterangkan, sesuai pasal 4A huruf a Undang-undang PPN bahwa jenis barang yang tidak dikenai PPN, antara lain barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya meliputi : asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur dan banyak lagi.
”Dalam belanja pasir ini tidak akan terjadi pemungutan PPh pasal 23, karena pasir adalah barang, bukan jasa” tandasnya.
Pertanyaan berikut pun muncul kembali mengenai apakah atas pembelian batu split/ batu belah dikenakan PPN? Menurut Amirul, untuk pertanyaan ini kena PPN.
Ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/Pj.3/1985 Tgl 25 Maret 1985 bahwa penyerahan hasil penggalian yang sudah diolah lebih lanjut seperti batu yang sudah dipecah/ dibentuk dalam berbagai ukuran adalah Barang Kena Pajak dan penyerahannya terhutang Pajak Pertambahan Nilai.
”Jangan lupa, kenakan juga PPh Pasal 22 abila belanjanya > Rp 2 juta. Dalam belanja batu split/ batu belah ini tidak akan terjadi pemungutan PPh Pasal 23, karena batu adalah barang, bukan jasa” jelasnya.
Sementara itu, terkait maraknya pembentukan BUMDes, banyak peserta yang bertanya terutama terkait penyetoran modal untuk pembentukan BUMDes dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak?
Mengenai hal ini Amirul menjawab tidak, karena bukan merupakan objek pajak. Sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf c UU Pajak Penghasilan, yang dikecualikan dari objek pajak adalah antara lain harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
Pertanyaan berikutnya adalah mengenai siltap. Apakah atas siltap (penghasilan tetap) yang diterima perangkat desa menjadi objek PPh Pasal 21? Bagaimana kalau diterimanya dirapel?
Mengenai pertanyaan ini Amirul menerangkan, sepanjang Siltap tersebut tidak melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), maka kena PPh Pasal 21-nya NIHIL atau Rp 0,-.
”Tidak ada pengaruhnya apakah Siltap tersebut dapatnya rutin per bulan atau dirapel. Dengan tingginya PTKP, hampir dipastikan seluruh penerima Siltap kena pajaknya nihil atau Rp 0,-”, jelasnya.
Melihat antusias peserta Amirul mengaku senang, karena dengan mereka bertanya akan banyak paham. Hal ini penting, agar mereka paham mana yang kena pajak atau tidak.(agus)